Selasa, 17 April 2012

biogas

http://penemuananakbangsa1.blogspot.com/2011_01_01_archive.htmlhttp://penemuananakbangsa1.blogspot.com/2011_01_01_archive.html
http://rujak.org/tag/biogas/
http://www.teknologimudah.co.cc/2009/07/biogas-dari-kotoran-hewan.html
 http://www.google.co.id/imgres?hl=id&client=firefox-a&hs=53i&sa=X&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1024&bih=576&tbm=isch&prmd=imvns&tbnid=wyxJ1aUqMEkemM:&imgrefurl=http://onlinebuku.com/2009/01/15/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas/&docid=a-XzGlS7w9IOlM&imgurl=http://nurullita.files.wordpress.com/2008/01/picture1.jpg&w=668&h=495&ei=wReNT-bEO8H5rAeLq_mWCQ&zoom=1&iact=hc&vpx=287&vpy=268&dur=1065&hovh=193&hovw=261&tx=134&ty=149&sig=102282477793898862499&page=4&tbnh=122&tbnw=163&start=56&ndsp=20&ved=1t:429,r:16,s:56,i:227
http://www.google.co.id/imgres?hl=id&client=firefox-a&hs=53i&sa=X&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1024&bih=576&tbm=isch&prmd=imvns&tbnid=AehMVxiyhXXReM:&imgrefurl=http://elkace-energi.blogspot.com/&docid=L8_RiMtc_FXITM&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTu3_CuJkKSkKysuyQ24mn9AfCgy1PPBBO9FBClBisrXJTaRFyrY7L69gVChTfHv68mGmmvf-Ryd6ebFGovfHtiMvuqW8TXBhb5jwgtmozwfPbAdPaI-Pt0xw5XDZcnei0AZB7drjvOig/s1600/biogas02.gif&w=686&h=389&ei=wReNT-bEO8H5rAeLq_mWCQ&zoom=1&iact=hc&vpx=283&vpy=295&dur=443&hovh=97&hovw=171&tx=156&ty=92&sig=102282477793898862499&page=5&tbnh=97&tbnw=171&start=76&ndsp=21&ved=1t:429,r:1,s:76,i:239
http://www.scribd.com/doc/36888874/Pkmp-Aplikasi-Limbah-Cair-Tapoika
http://hijaukan-sekolah.blogspot.com/

http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/RekomendasiTeknologi/r16.pdf

http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/RekomendasiTeknologi/r16.pdf159
REKOMENDASI TEKNOLOGI INSTALASI BIOGAS DRUM
SKALA RUMAH TANGGA
Muryanto, Agus Hermawan, Muntoha, dan Widagdo
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, program pengembangan biogas mulai digalakkan pada awal
tahun 1970. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan limbah
dan biomassa lainnya dalam rangka mencari sumber energi lain di luar kayu
bakar dan minyak tanah (Suriawiria, 2005). Program tersebut tidak berkembang
meluas di masyarakat, hal ini disebabkan karena masyarakat pada waktu itu
masih mampu membeli minyak tanah dan gas, adanya kebijakan subsidi dari
pemerintah, disamping itu sumber energi lain seperti kayu bakar masih banyak
tersedia di lapangan.
Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah
maupun masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam
mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM sampai 100
% , bahkan untuk minyak tanah sampai 125 % per 1 Oktober 2005.
Pada tahun ini pengembangan biogas semakin penting disebabkan karena
minyak tanah menjadi langka dan mahal (Rp. 4.000/ltr), BBM dan LPG mahal
(Rp. 81.000/12 kg), pupuk langka dan mahal. Mahalnya BBM dapat memicu
kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfir), sedangkan kelangkaan pupuk
dapat menyebabkan menurunnya kesuburan lahan. Oleh karena itu
pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka
mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya konservasi.
Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik
baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian,
kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan
yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik.
160
Dengan mengembangan biogas, akan diperoleh manfaat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan
adalah mendapatkan sumber energi alternatif berupa gas bio yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan sebagai bahan
bakar mesin disel. Selain itu, manfaat lain yang secara lansung dapat dinikmati
dari pengembangan biogas adalah, menyediakan pupuk organik siap pakai.
Oleh karena produk utama dari pengembangan biogas ini adalah gas bio
dan pupuk organik, maka secara tidak langsung akan berpengaruh positif
terhadap lingkungan, diantaranya membantu program pelestarian hutan, tanah
dan air, mengurangi polusi udara, meningkatkan sanitasi lingkungan dan
mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan subsidi BBM. Disamping
itu pengembangan biogas secara tidak langsung mendukung program
internasional yaitu mengurangi dampak negatif dari efek gas rumah kaca.
Gas metan termasuk gas rumah kaca ( greenhouse gas), bersama dengan
gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan
terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal
dengan mengembangkan biogas dapat berperan positif dalam upaya
penyelesaian permasalahan global efek rumah kaca, sehingga upaya ini dapat
diusulkan sebagai bagian dari program Internasional Mekanisme Pembangunan
Bersih ( Clean Development Mechanism). Pemanfaatan gas bio dalam mengurangi
efek rumah kaca melalui tiga cara, pertama gas bio memberikan substitusi dari
bahan bakar fosil untuk memasak dan penerangan. Kedua melalui proses
fermentasi, methan dirubah menjadi CO2, sehingga mengurangi jumlah methan
yang ada di udara. Ketiga penerapan biogas akan berdampak pada lestarinya
hutan, karena penebangan dapat dikurangi. Dengan lestarinya hutan, maka CO2
yang ada di udara akan diserap oleh hutan dan diproses melalui fotosintesis
menghasilkan oksigen yang berperan melawan efek rumah kaca (Anonymous,
1998).
Untuk dapat membangun satu unit biogas, diperlukan 3 tabung yaitu,
tabung penampung bahan baku atau inlet, tabung pemroses/pencerna atau
digester dan tabung penampung sisa hasil pemrosesan atau outlet. Dari ketiga
tabung tersebut yang paling utama adalah digester, hal ini disebabkan karena
tabung ini merupakan tempat terjadinya proses fermentasi bakteri anaerob yang
161
kedap udara. Terdapat 2 model digester, yaitu model fixed dome atau kubah dan
model floating (mengapung).
Ketiga tabung tersebut dihubungkan dan ditempatkan pada posisi
tertentu sehingga menjadi satu rangkaian atau satu unit instalasi biogas.
Pembuatan instalasi biogas berdasarkan bahan pembuatnya dapat dibedakan
menjadi 4, yaitu instalasi model bata ( fixed dome), plastik, drum plastik dan bis
beton. Pilihan model instalasi biogas yang akan dibangun dapat disesuai
berdasarkan kondisi lokasi, anggaran dan adanya muatan pemberdayaan
masyarakat.
Instalasi model bata, mempunyai kelebihan, tahan sampai 20 tahun
bahkan lebih, namun mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan biaya tinggi
(Rp. 17 juta/unit/9m3), pembuatannya lama (+ 15 hari) dan memerlukan
keahlian tertentu, sehingga sulit diadopsi petani. Disamping itu, instalasi ini bila
diterapkan pada lahan yang labil, dapat retak, sehingga menambah biaya lagi
untuk menopang agar tidak mudah goyah. Instalasi model drum plastik
mempunyai kelebihan yaitu lebih praktis, dapat diproduksi oleh pabrik, mudah
diangkut, dapat dipindahkan, pemasangannya singkat 1 – 2 hari dan sesuai
diterapkan disemua lokasi baik pada lahan labih maupun stabil. Instalasi model
drum kapasitas digesternya terbatas yaitu 4,6 m3, sehingga apabila ingin dibuat
yang lebih besar, dapat dimodifikasi dengan menggabungkan beberapa digester
menjadi satu kesatuan digester, sehingga kapasitasnya besar.
Dengan penjelasan kelebihan dan kelemahan tersebut, maka digester
model drum plastik sesuai dikembangkan untuk skala rumah tangga petani. Hal
ini sangat berkaitan dengan kapasitas digesternya sekitar 5 m3, yang
membutuhkan bahan baku kotoran ternak dari 3 – 4 ekor sapi. Disamping itu,
instalasi model ini dapat dikembangkan dengan jumlah banyak karena dapat
diproduksi secara pabrikan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan
penelitian/pengkajian instalasi biogas model drum plastik.
162
II. GAMBARAN WILAYAH PENGADOPSI
2.1. Kondisi Umum
Pengembangan biogas sangat sesuai bila dikembangkan di wilayah yang
populasi ternak sapinya padat. Kepadatan populasi ini sangat berkaitan dengan
potensi pengembangan biogas. Semakin padat populasi sapi, maka potensi untuk
dikembangkan biogas semakin baik. Ternak sapi potong dan sapi perah di Jawa
Tengah, populasinya tersebar di 35 kabupaten/kota (Tabel 1). Total populasi
sapi potong dan sapi perah di Jawa Tengah adalah 1.504.324 ekor, sapi-sapi
tersebut akan menghasilkan kotoran sebanyak 30.086.480 kg/hari (produksi
kotoran sapi rata-rata/hari 20 kg).
Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor
sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 – 30 kg, berpotensi
menghasilkan 0,36 m3 biogas, atau setara dengan 0.75 lt minyak tanah. Bila
total produksi kotoran sapi di Jawa Tengah diproses melalui fermentasi biogas,
maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 541.557 m3, atau bila gas
bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat
disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 1.128.243 lt per hari.
Dari produksi biogas yang disetarakan dengan minyak tanah tersebut bila
dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, maka akan terpenuhi
sebanyak 376.081 keluarga, dengan asumsi setiap keluarga menghabiskan
minyak tanah 3 lt per hari. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka potensi
ketersediaan sumber energi dengan memanfaatkan kotoran ternak sapi di Jawa
Tengah cukup besar yaitu 1.128.243 lt per hari atau 33.847.290 lt/bulan atau
406.167.480 lt/tahun.
Potensi pengembangan biogas lebih sesuai dikembangkan di daerah
kabupaten/kota yang padat populasi sapinya. Dari Tabel 1 ditunjukkan bahwa
terdapat 4 kabupaten yang populasi sapinya lebih dari 100.000 ekor yaitu
Kabupaten Blora, Boyolali, Wonogiri dan Grobogan, dua puluh kabupaten lainnya
mempunyai populasi antara 11.300 – 97.172 ekor, sedang jumlah
kabupaten/kota yang mempunyai populasi sapi kurang dari 10.000 ekor adalah
11 kabupaten/kota. Namun demikian, pengembangan biogas memerlukan sapi
minimal 4 ekor agar dapat diproduksi gas untuk kepentingan rumah tangga.
163
Sehingga aplikasi pengembangannya harus disesuaikan dengan tingkat pemilikan
sapi di suatu daerah.
Berdasarkan pengamatan di lapangan di Kabupaten Magelang dan
Rembang, tingkat pemilikan sapi di desa-desa yang padat populasi sapinya ratarata
2 ekor per keluarga. Dengan tingkat pemilikan tersebut, maka
pengembangan biogas dapat dilakukan dengan beberapa alternatif : (1)
menggabungkan produksi kotaran sapi dari 2 keluarga, produksi biogasnya
digunakan secara bergantian; (2) menambah sapi menjadi 4 ekor/keluarga
dengan cara petani mendapat bantuan pinjaman lunak dari pemerintah/instansi
terkait/LSM, biogas yang diproduksi digunakan untuk keluarga tersebut; (3)
menampung kotoran dari sistem pemeliharaan sapi dengan kandang komunal,
biogas yang diproduksi dibagi kepada beberapa rumah tangga. Alternatif ini perlu
disesuaikan antara jumlah sapi dengan kapasitas digester, semakin banyak sapi
maka digester yang dibangun semakin besar, atau jumlah digesternya
diperbanyak.
Dari tiga alternatif tersebut penerapannya disesuaikan dengan kondisi
pemilikan sapi di masing-masing wilayah. Namun alternatif ketiga mempunyai
prospek yang lebih baik dibandingkan alternatif 1 dan 2. Hal ini disebabkan
karena dampak dari pengembangan biogas akan berpengaruh positif beberapa
hal diantaranya, dapat menyediakan pupuk organik siap pakai dan sanitasi
lingkungan menjadi lebih sehat.
Manfaat langsung selain gas bio dari pengembangan biogas adalah pupuk
organik siap pakai. Produksi pupuk organik dapat diprediksi dari jumlah kotoran
ternak sapi yang digunakan sebagai bahan baku. Kotoran sapi terdiri dari bahan
padat dan cair, Junus (1987) menyatakan kandungan Bahan Kering (BK) sapi
potong dan sapi perah adalah 12 % dan 14 % (Tabel 2), sedang proses
fermentasi biogas dalam degester akan berlangsung baik apabila bahan bakunya
mengandung Bahan Kering (BK) 7 – 9 % dan harus homogen. Persentase bahan
kering ini apabila digunakan sebagai acuan oleh petani maka akan menyebabkan
kesulitan karena sulit perhitungannya, disamping itu nilai rata-rata bahan kering
dari beberapa kotoran hewan berkisar dari 9 – 26 % (Indriyati, 2002 dan Junus,
1987).
164
Tabel 1. Potensi Produksi Biogas dari Kotoran Sapi dan Potensi
Mencukupi Kebutuhan Rumah Tangga di Jawa Tengah.
NO KAB/KOTA Sapi Potong
(Ekor)
Sapi
Perah
(Ekor)
Jumlah
(Ekor)
Potensi
Produksi
Biogas
(m3)
Setara
Minyak
Tanah
(ltr/hari)
Memenuhi
kebutuhan
Keluarga
(KK)
1 Kab. Blora 217.497 29 217.526 78.309 163.145 54.382
2 Kab. Boyolali 88.527 58.792 147.319 53.035 110.489 36.830
3 Kab. Wonogiri 143.995 - 143.995 51.838 107.996 35.999
4 Kab. Grobogan 106.155 414 106.569 38.365 79.927 26.642
5 Kab. Semarang 65.284 31.888 97.172 34.982 72.879 24.293
6 Kab. Rembang 97.057 7 97.064 34.943 72.798 24.266
7 Kab. Klaten 80.925 5.859 86.784 31.242 65.088 21.696
8 Kab. Sragen 77.225 19 77.244 27.808 57.933 19.311
9 Kab. Magelang 69.964 1.845 71.809 25.851 53.857 17.952
10 Kab. Pati 63.813 194 64.007 23.043 48.005 16.002
11 Kab. Karanganyar 47.559 231 47.790 17.204 35.843 11.948
12 Kab. Banjarnegara 37.110 45 37.155 13.376 27.866 9.289
13 Kab. Temanggung 35.002 147 35.149 12.654 26.362 8.787
14 Kab. Wonosobo 34.012 161 34.173 12.302 25.630 8.543
15 Kab. Kebumen 32.838 26 32.864 11.831 24.648 8.216
16 Kab. Sukoharjo 25.106 609 25.715 9.257 19.286 6.429
17 Kab. Jepara 24.583 28 24.611 8.860 18.458 6.153
18 Kab. Banyumas 18.245 2.023 20.268 7.296 15.201 5.067
19 Kab. Brebes 20.218 20 20.238 7.286 15.179 5.060
20 Kab. Purbalingga 17.435 97 17.532 6.312 13.149 4.383
21 Kab. Kendal 16.144 41 16.185 5.827 12.139 4.046
22 Kab. Batang 13.967 76 14.043 5.055 10.532 3.511
23 Kab Purworejo 13.130 91 13.221 4.760 9.916 3.305
24 Kab. Pekalongan 11.146 154 11.300 4.068 8.475 2.825
25 Kota Salatiga 1.567 7.721 9.288 3.344 6.966 2.322
26 Kab. Cilacap 8.724 - 8.724 3.141 6.543 2.181
27 Kab. Kudus 7.603 233 7.836 2.821 5.877 1.959
28 Kab. Pemalang 5.421 12 5.433 1.956 4.075 1.358
29 Kab. Tegal 4.874 333 5.207 1.875 3.905 1.302
30 Kota Semarang 1.473 2.409 3.882 1.398 2.912 971
31 Kab. Demak 1.897 62 1.959 705 1.469 490
32 Kota Surakarta 1.159 204 1.363 491 1.022 341
33 Kota Pekalongan 291 268 559 201 419 140
34 Kota Magelang 221 10 231 83 173 58
35 Kota Tegal 41 68 109 39 82 27
JUMLAH 1.390.208 114.116 1.504.324 541.557 1.128.243 376.081
Keterangan :
Data diolah dari Dinas Peternakan Prov.Jateng (2006);Sembiring (2005); Muryanto
(2006); Satu ekor sapi memproduksi limbah/kotoran (10 -30 kg/hari), berpotensi
menghasilkan 0,36 m3 biogas setara dengan 0,75 lt minyak tanah; Satu keluarga
dengan 4 anggota keluarga membutuhkan minyak tanah 2,25 ltr/hari, atau setara
dengan 1,44 m3 biogas, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan mengolah limbah
dari 4 ekor sapi menjadi biogas.
165
Tabel 2. Kandungan Bahan Kering (BK) dari Ternak
No Ternak Bobot
(kg)
Bobot Kotoran
basah ( kg )
Bahan
Kering
( % )
Bobot
Kering
(kg)
1
2
Sapi pedaging
Sapi perah
520
640
29
50
12
14
3.48
7.00
Sumber : M. Junus (1987).
Oleh karena kandungan BK yang berbeda-beda dan dipersyaratkan bahan
baku tersebut harus homogen, maka perlu penambahan air untuk mengencerkan
kotoran dari masing-masing ternak juga berbeda-beda. Hal ini dilakukan agar
diperoleh kandungan bahan kering yang optimal yaitu antara 7 – 9 %. Sehingga
untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan khususnya untuk kotoran ternak
sapi, maka digunakan perbandingan rata-rata antara bobot kotoran dengan air
yang ditambahkan yaitu 1 : 1 dan harus diaduk agar homogen. Dasar
perhitungan perbandingan ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut.
- Bobot kotoran dari sapi potong, bobot badan 520 kg : 29 kg
- Bahan Kering (BK) kotoran : 12 %
- Jadi bobot kering kotoran = 12/100 x 29 : 3,48 kg
- Bobot air dalam kotoran = 29 - 3,48 : 25,52 kg
- Air yang dibutuhkan agar BK 7 % = 100/7x 3,48 : 49,71 kg
- Air yang ditambahkan = 49,71 - 25,52 : 24,19 kg
- Jadi bobot total air dan kotoran : 53,19 kg
Berdasarkan contoh perhitungan tersebut, ditunjukkan bahwa bobot
kotoran sapi adalah 29 kg, sedang air yang ditambahkan adalah 24,19 kg. Oleh
karena selisih antara 29 kg dengan 24,19 kg tidak terlalu besar, maka dianggap
sama, sehingga perbandingan antara kotoran dan air yang ditambahkan adalah
1 : 1.
Dari perhitungan tersebut juga ditunjukkan bahwa total kotoran dan air
untuk 1 ekor sapi adalah 53,19 kg, terdiri dari 3,48 kg bahan kering dan sisanya
49.71 kg dalam bentuk cair. Hal ini berarti pupuk organik yang diproduksi setiap
ekor sapi 3,48 kg berupa pupuk padat dan 49,71 kg dalam bentuk pupuk cair.
166
Sehingga potensi produksi pupuk organik yang diproduksi di Jawa Tengah
dengan populasi sapi 1.504.324 ekor, adalah 5.235.048 kg pupuk organik dalam
bentuk padat dan 74.779.946 kg dalam bentuk cair (Tabel 3). Produksi pupuk
organik tersebut sangat bermanfaat untuk mengembalikan atau menyuburkan
tanah sekaligus memenuhi kebutuhan pupuk organik baik untuk tanaman pangan
(padi dan jagung) maupun hortikultura. Sehingga pengembangan biogas di suatu
wilayah akan membantu upaya konservasi lahan di wilayah tersebut.
Pupuk organik siap pakai baik dalam bentuk padat atau cair kaya akan
unsur Nitrogen (N), hal ini dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang terdapat pada
bahan baku yang digunakan. Bahan baku biogas dalam hal ini kotoran ternak
sapi, merupakan bahan organik yang mempunyai kandungan Nitrogen (N) tinggi
disamping unsur C, H dan O. Selama proses pembuatan biogas unsur-unsur C, H,
dan 0 akan membentuk CH4 dan CO2, sedangkan kandungan N yang ada masih
tetap bertahan dalam sisa bahan setelah diproses, yang akhirnya akan menjadi
sumber N bagi pupuk organik (Suriawiria, 2005).
167
Tabel 3. Potensi Produksi Pupuk Organik Padat dan Cair dari
Pengembangan Biogas dengan Bahan Baku Limbah Ternak Sapi di
Jawa Tengah.
NO KAB/KOTA
Sapi Potong
(Ekor)
Sapi
Perah
(Ekor)
Jumlah
(Ekor)
Potensi Prod.
Pupuk
Padat (kg)
Potensi
Prod.
Pupuk
Cair (kg)
1 Kab. Blora 217,497 29 217,526 756,990 10,813,217
2 Kab. Boyolali 88,527 58,792 147,319 512,670 7,323,227
3 Kab. Wonogiri 143,995 - 143,995 501,103 7,157,991
4 Kab. Grobogan 106,155 414 106,569 370,860 5,297,545
5 Kab. Semarang 65,284 31,888 97,172 338,159 4,830,420
6 Kab. Rembang 97,057 7 97,064 337,783 4,825,051
7 Kab. Klaten 80,925 5,859 86,784 302,008 4,314,033
8 Kab. Sragen 77,225 19 77,244 268,809 3,839,799
9 Kab. Magelang 69,964 1,845 71,809 249,895 3,569,625
10 Kab. Pati 63,813 194 64,007 222,744 3,181,788
11 Kab. Karanganyar 47,559 231 47,790 166,309 2,375,641
12 Kab. Banjarnegara 37,110 45 37,155 129,299 1,846,975
13 Kab. Temanggung 35,002 147 35,149 122,319 1,747,257
14 Kab. Wonosobo 34,012 161 34,173 118,922 1,698,740
15 Kab. Kebumen 32,838 26 32,864 114,367 1,633,669
16 Kab. Sukoharjo 25,106 609 25,715 89,488 1,278,293
17 Kab. Jepara 24,583 28 24,611 85,646 1,223,413
18 Kab. Banyumas 18,245 2,023 20,268 70,533 1,007,522
19 Kab. Brebes 20,218 20 20,238 70,428 1,006,031
20 Kab. Purbalingga 17,435 97 17,532 61,011 871,516
21 Kab. Kendal 16,144 41 16,185 56,324 804,556
22 Kab. Batang 13,967 76 14,043 48,870 698,078
23 Kab Purworejo 13,130 91 13,221 46,009 657,216
24 Kab. Pekalongan 11,146 154 11,300 39,324 561,723
25 Kota Salatiga 1,567 7,721 9,288 32,322 461,706
26 Kab. Cilacap 8,724 - 8,724 30,360 433,670
27 Kab. Kudus 7,603 233 7,836 27,269 389,528
28 Kab. Pemalang 5,421 12 5,433 18,907 270,074
29 Kab. Tegal 4,874 333 5,207 18,120 258,840
30 Kota Semarang 1,473 2,409 3,882 13,509 192,974
31 Kab. Demak 1,897 62 1,959 6,817 97,382
32 Kota Surakarta 1,159 204 1,363 4,743 67,755
33 Kota Pekalongan 291 268 559 1,945 27,788
34 Kota Magelang 221 10 231 804 11,483
35 Kota Tegal 41 68 109 379 5,418
JUMLAH 1.390.208 114.116 1.504.324 5.235.048 74.779.946
168
III. SPESIFIKASI INSTALASI BIOGAS
3.1. Bahan
Instalasi boiogas drum terdiri dari 3 tabung, masing-masing tabung
penampung bahan baku ( inlet), tabung pemroses atau digester dan tabung
penampung sisa pemrosesan ( outlet). Tabung inlet dan outlet dibuat dari bahan
serat fiber, sedang digester dibuat dari bahan plastik polithylene.
3.2. Design Instalasi
Design instalasi biogas merupakan rangkaian dari 3 tabung yaitu inlet,
digester dan outlet menjadi satu kesatuan unit instalasi (Gb. 1) Tipe digester
yang dibuat adalah tipe terapung ( floating) dengan kapasitas 4,6 m3.
Penempatan digester disesuaikan dengan letak/tinggi kandang.
Dimensi Instalasi Biogas :
1. Inlet
- panjang : 1,0 m
- lebar : 0,7 m
- tinggi : 0,7 m
2. Digester
- panjang : 2,67 m
- lebar : 1,48 m
- tinggi : 1,48 m
3. Outlet
- panjang : 2,0 m
- lebar : 2,0 m
- tinggi : 0,5 m
Gb. 1. Dimensi Instalasi
Biogas
Ketiga tabung tersebut dibuat dengan sistem knock down yang sederhana,
sehingga pemasangannya dapat dilakukan di tempat atau lokasi dekat kandang
sapi dengan cara yang mudah. Pada tabung inlet dan outlet dibuat dengan
169
bagian atas terbuka, sehingga apabila terjadi hujan perlu diberi naungan agar air
hujan tidak masuk. Digester dibuat dengan bentuk elip dan dibelah menjadi dua
yaitu setengah bagian atas dan setengah bagian bawah. Apabila digester akan
dipasang, maka bagian atas dan bawah tersebut direkatkan dan dikunci
menggunakan skrup yang sudah disediakan.
3.3. Kinerja
Kinerja instalasi biogas diperoleh dari pengujian menggunakan bahan baku
kotoran sapi dengan prosedure sebagai berikut :
Cara kerja untuk menghasilkan biogas setidaknya melalui 3 tahap yaitu,
1) penampungan, pengenceran dan pengadukan dan pemasukkan bahan baku,
2) pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas dan 3) pengambilan sisa
limbah setelah diambil gasnya. Ketiga tahap tersebut merupakan suatu alur kerja
yang terus-menerus yang terjadi pada 3 tabung yang tersedia yaitu tabung
penampung, tabung pencerna/pemroses dan tabung penampung sisa limbah
tabung pengeluaran. Secara rinci tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut,
a. Tahap penampungan, pengenceran, pengadukan dan pemasukkan
bahan baku
Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam tabung penampung,
kemudian diencerkan dengan menambah air hingga perbandingan antara bahan
padat dan cair 1 : 1, selanjutnya dilakukan pengadukan sampai merata. Bahanbahan
yang tidak berguna dan diperkirakan mengganggu proses pembuatan
biogas (seperti kayu, batu dan bahan-bahan yang keras) diambil. Kemudian
bahan tersebut dimasukkan kedalam tabung pemroses atau digester.
b. Tahap Pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas
Tahap ini berlangsung pada tabung pencerna/pemroses atau Digester.
Bahan baku yang sudah diencerkan dan sudah dibersihkan dari bahan-bahan
yang diperkirakan mengganggu proses terjadinya biogas, dimasukkan kedalam
tabung Digester. Untuk pertama kali memasukkan bahan baku kedalam digester
sampai penuh. Gas yang pertama diproduksi membutuhkan waktu antara 4
sampai 15 hari.
170
c. Tahap pengambilan sisa limbah setelah diambil gasnya
Sisa limbah diperoleh dari melubernya kotoran yang bercampur air dari
tabung penampung sisa limbah. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari
limbah yang telah diambil gasnya oleh bakteri methan atau bakteri biogas,
bentuknya seperti lumpur atau disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai
kandungan N tinggi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahan pembuat
biogas misalnya kotoran ternak merupakan bahan organik yang mempuyai
kandungan nitrogen (N) tinggi disamping C, H dan O. Kemudian selama
berlangsungnya proses pembuatan biogas, unsur-unsur yang digunakan adalah
unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan CO2, sedangkan unsur nitrogennya
tetap bertahan dalam sisa bahan.
Dengan prosedur tersebut diketahui kinerja dari instalasi biogas sebagai
berikut :
- Volume digester : 4,60 m3
- Berat digester : 100 kg
- Kapasitas kotoran sapi : 3 – 4 ekor
- Produksi gas bio : 1,08 m3 (+ minyak tanah: 2,25 ltr/hari)
- Penggunaan gas untuk masak /hari : 2 – 3 jam
- Penggunaan gas untuk lampu/hari : 2 jam
- Produksi pupuk padat/ hari : 9,6 kg
- Produksi pupuk cair/hari : 150,4 kg
3.4. Harga dan Kelayakan Ekonomis
Harga satu unit instalasi biogas model drum plastik Rp. 6.500.000,-
sampai lokasi untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Instalasi ini dapat
dimodifikasi pada bagian inlet dan outlet-nya, sehingga masyarakat dapat
membeli digesternya saja seharga Rp. 5.000.000,-/unit, sedang inlet dan outlet
dapat dibuat sendiri menggunakan bahan bata merah atau tabung plastik bekas.
Kelayakan ekonomis dari instalasi ini dapat diperhitungkan dengan
analisis finasial dari introduksi biogas pada perbibitan dan penggemukan ternak
sapi. Pada usaha perbibitan ternak sapi, kelayakan ekonomis ini diperhitungakan
dari anak sapi yang dihasilkan, peningkatan harga jual induk sapi, produksi gas
bio yang disetarakan dengan minyak tanah dan produksi pupuk organik. Secara
keseluruhan kebutuhan investasi untuk usaha perbibitan sapi adalah 4 ekor sapi
171
dengan satu unit biogas dibutuhkan modal awal Rp. 55.340.000,-. Biaya tersebut
belum dapat dibayarkan pada usaha perbibitan periode I. Hal ini disebabkan
pendapatan yang didapat lebih rendah dari investasi awal yaitu sebanyak Rp.
51.911.000,-. Namun pada periode penggemukan ke II, ke III, ke IV dan
seterusnya biaya yang dikeluarkan sama yaitu Rp. 13.040.000,-, sehingga mulai
periode perbibitan ke II sudah didapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut
terus meningkat pada periode-periode berikutnya. Perhitungan selengkapnya
terdapat pada Tabel 4.
Pada usaha penggemukan sapi, investasi awal yang dibutuhkan sebanyak
Rp. 40.140.000,- yang digunakan untuk pembelian sapi jantan 4 ekor, biogas 1
unit termasuk pembuatan kandang. Biaya tersebut belum dapat dibayarkan pada
usaha penggemukan periode I (6 bulan). Hal ini disebabkan karena pendapatan
kotornya Rp. 32.640.000,-. Namun pada periode penggemukan ke II, ke III, ke
IV dan seterusnya biaya yang dikeluarkan sama yaitu Rp. 25.840.000,-, sehingga
mulai periode penggemukan yang ke II sudah didapatkan keuntungan dan
keuntungan tersebut terus meningkat pada periode-periode berikutnya.
Perhitungan selengkapnya tedapat pada Tabel 5.
172
Tabel 4. Cash Flow Introduksi Biogas pada Usaha Perbibitan Ternak Sapi
Biogas Drum 4,6 m3
NO URAIAN UNIT/ @ Rp. J U M L A H P E R T A H U N
BUAH (000) TH 1 TH 2 TH 3 TH 4 TH 5 TH 6
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
OUTFLOW/INVESTASI :
1 Sapi induk 4 7,000 28,000
2 Kandang (kap 4 ekr/kand) 1 7,500 7,500
3 Pakan (2 %/bobot badan x 1 th) 8,640 1 8,640 8,640 8,640 8,640 8,640 8,640
4 Obat, vaksin, IB 4 50 200 200 200 200 200 200
5 Perlengkapan kandang 1 300 300
6 Tenaga kerja (Rp. 10000/org/hr) 1 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600
7 Instalasi Biogas 1 6,500 6,500
8 Lain-lain/th (rp. 50000/bl) 12 50 600 600 600 600 600 600
9 Total Outflow (1 s/d 8) 55,340 13,040 13,040 13,040 13,040 13,040
10 Total Outflow kumulatif 55,340 68,380 81,420 94,460 107,500 120,540
INFLOW :
11 Penjualan anak sapi 44,000 0 16,000 16,000 16,000
12 Peningkatan harga induk 4 7,250 29,000 29,000 29,000 29,000 29,000 29,000
13 Produksi biogas (setara minyak tnh;2.25 lt/hr) 810 4 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240
14 Produksi pupuk organik padat 5,011 0.3 1,503 1,503 1,503 1,503 1,503 1,503
15 Produksi pupuk organik cair 71,582 0.1 7,158 7,158 7,158 7,158 7,158 7,158
16 Total Inflow (11 s/d 15) 40,902 56,902 40,902 56,902 40,902 56,902
17 Total Inflow kumulatip 40,902 97,803 138,705 195,606 236,508 293,410
18 Net Cash Flow/bl (16 - 9) (14,438) 43,862 27,862 43,862 27,862 43,862
19 Net Cash Flow/bl kumulatip (17 - 10) (14,438) 29,423 57,285 101,146 129,008 172,870
20 B/C Rasio per bl (kumulatif) 0.74 1.43 1.70 2.07 2.20 2.43
Keterangan : *) bobot sapi PO > 300 kg/ekor
173
Tabel 5. Cash Flow Usaha Penggemukan Sapi dengan Introduksi Biogas Drum 4,6 m3
NO URAIAN UNIT/ @ Rp. JUMLAH PER PERIODE PENGGEMUKAN (6 BULAN)
BUAH (000) I II III IV V VI
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
OUTFLOW/INVESTASI :
1 Sapi ( 4 ekor/6 bl) *) 4 5,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000
2 Kandang (kap 6 ekr/kand) 1 7,500 7,500
3 Pakan (1.5 %/bobot badan) 3,240 1 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240
4 Obat & vaksin 4 50 200 200 200 200 200 200
5 Perlengkapan kandang 1 300 300
6 Tenaga kerja (Rp. 10000/org/hr) 1 1,800 1,800 1,800 1,800 1,800 1,800 1,800
7 Instalasi Biogas 1 6,500 6,500
8 Lain-lain/th 9Rp. 50000/bl 12 50 600 600 600 600 600 600
9 Total Outflow (1 s/d 8) 40,140 25,840 25,840 25,840 25,840 25,840
10 Total Outflow kumulatif 40,140 65,980 91,820 117,660 143,500 169,340
INFLOW :
11 Penjualan sapi 4 7,500 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000
12 Produksi biogas (setara minyak tnh;2.25 lt/hr) 405 4 1,620 1,620 1,620 1,620 1,620 1,620
13 Prod. pupuk organik padat (3.48 kg/ekr) 2,506 0.3 752 752 752 752 752 752
14 Prod. pupuk organik cair (49.7kg/ekr) 2,684 0.1 268 268 268 268 268 268
15 Total Inflow (11 s/d 14) 32,640 32,640 32,640 32,640 32,640 32,640
16 Total Inflow kumulatip 32,640 65,280 97,920 130,560 163,201 195,841
17 Net Cash Flow/bl (15- 9) (7,500) 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800
18 Net Cash Flow/bl kumulatip (16 - 10) (7,500) (700) 6,100 12,900 19,701 26,501
19 B/C Rasio per bl (kumulatif; 16 / 10) 0.81 0.99 1.07 1.11 1.14 1.16
Keterangan : *) bobot sapi PO > 300 kg/ekor
174
III. Penyusunan, Diseminasi dan Adopsi Paket Teknologi
3.1. Proses Penyusunan Paket Teknologi
Proses penyusunan paket teknologi melalui beberapa tahap, pertama
mempelajari design instalasi biogas, kedua merekayasa design dengan bahan
utama drum palstik, ketiga membuat cetakan design instalasi biogas.
a. Mempelajari Proses terbentuknya gas bio di dalam digester
Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses degradasi
limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia atau
campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang
tertutup atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan
anaerob ini dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai
tempat terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi
anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan
bermaca-macam bentuk dan bahan yang digunakan.
Gas bio (methan) sebagai produk utama dari instalasi biogas merupakan
campuran dari berbagai jenis gas dan gas methan merupakan kandungan yang
paling besar. Nilai kalor gas metana murni (100%) adalah 8.900 kkal/m3.
Pembuatan gas bio dengan bahan baku kotoran sapi, nilai kalor yang diperoleh
antara 4800 – 6700 kkal/m3 yang akan mengahasilkan biogas dengan komposisi
54 - 70% metana, 27 - 45% karbondioksida, 0,5 - 3,0% nitrogen, 0,1%
karbonmonoksida, 0,1% oksigen, dan sedikit sekali hidrogen sulfida, amoniak
dan nitrogen oksida (Karsini, 1981 dan Harahap dan Ginting. 1984).
Bahan baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan
nitrogen, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan
pertumbuhan mikroorganisme melalui tiga tahap reaksi kimia (proses
dekomposisi anaerob; Noegroho Hadi, 1980, Saubolle, 1978 dan Anonymous,
1977), hingga terbentuk gas bio yaitu :
1) Tahap pelarutan bahan-bahan organik, pada tahap ini bahan padat yang
mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik
yang larut.
2) Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asamasam
organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri.
175
3) Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel
mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan.
Bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester kedap udara akan
dicerna/diproses oleh bakteri anaerob menghasilkan gas yang kemudian disebut
biogas. Biogas merupakan gabungan antara gas metan (CH4) dengan CO2 atau
gas karbondioksida dengan perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul
di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju
tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.
Agar proses terbentuknya biogas berjalan sesuai yang diharapkan,
artinya dapat menghasilkan gas methan, maka diperlukan persyaratanpersyaratan
tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati, 2003;
Saubolle, 1978) diantaranya,
1. C/N Rasio, kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal
dengan C/N Rasio antara 20 – 25.
2. Kandungan air, bahan baku yang paling baik untuk menghasilkan biogas
adalah bahan yang mengandung 7 – 9 % bahan kering (BK) atau kandungan
airnya 93 – 99 % air.
3. Jasad renik/mikro organisma, Bakteri pembentuk asam antara lain:
Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang
mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asamasam
lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas
methan oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina,
dan Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983).
4. Udara (oksigen), persyaratan yang penting dalam proses pembuatan
biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama sekali (anaerob).
5. Temperatur, proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung pada kisaran
5oC sampai 55oC, sedangkan temperatur optimumnya 35oC.
6. Derajat Keasaman (pH), kondisi pH paling optimal untuk aktivitas bakteri
ini berkisar antara 6,8 sampai 8.
7. Pengadukan, maksud pengadukan adalah agar bahan baku menjadi
homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang sukar dicerna,
seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan, lapisan
ini dapat dipecah dengan alat pengaduk.
176
8. Bahan penghambat, bahan yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga, cadmium, dan
kromium. Selain itu desinfektan, deterjen dan antibiotik.
b. Merekayasa instalasi biogas.
Rekayasa instalasi biogas meliputi inlet , digester dan outlet.
Rekayasa Inlet :
Rekayasa pada inlet tidak membutuhkan keahlian yang khusus,
karena fungsi dari inlet hanya untuk menampung, mengaduk dan
mengenerkan bahan baku. Pada awalnya inlet dibuat dengan bahan baku
bata merah dan semen dengan ukuran dimensi yang bervariasi, kemudian
direkayasa menggunakan bahan serat fiber (Gb. 2 dan 3)
Gb 2. Inlet dengan bahan bata merah Gb 3. Rekayasa inlet dengan bahan
serat fiber
Rekayasa Digester :
Pada awalnya digester dibuat dengan teknik yang sederhana yaitu
mengunakan drum tangki air yang dibuat dari bahan plastik polyethilin kapasitas
1.000 liter. Digester dibuat dengan menyambung 2 drum dan 4 drum.
Penyambungan dilakukan dengan lem plastik dan skrup. Kemudian dilakukan
modifikasi dengan menggunakan 2 drum tangki air kapasitas 2.000 liter
disambung teknik yang sama (Gb. 4, 5, 6 dan 7).
177
Semua rekayasa pembuatan digester tersebut dapat bekerja dengan
baik dan menghasilkan gas bio yang dapat digunakan untuk memasak dan
penerangan. Sehingga rakayasa digester yang terakhir adalah dengan membuat
digester dari bahan Polyethylin (PE) dengan kapasitas 4,6 m3. Digester tersebut
sudah dibuat dengan menggunakan cetakan dari baja ( moulding), sehingga
dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Gb 8).
Gb 4. Digester 2 drum masing-masing kapasitas 1000 ltr
178
Gb 5. Digester 4 drum masing-masing kapasitas 1000 ltr
Gb 6. Digester 1 drum kapasitas 2000 ltr
179
Gb 7. Digester 2 drum kapasitas masing-masing 2000 ltr
Gb 8. Digester drum kapasitas masing-masing 4,6 m3
Rekayasa Outlet :
180
Rekayasa pada outlet sama seperti pada inlet, tidak membutuhkan
keahlian yang khusus, karena fungsi dari outlet untuk menampung sisa limbah
setelah diproses didalam digester. Pada awalnya outlet dibuat dengan bahan
baku bata merah dan semen dengan ukuran dimensi yang bervariasi, kemudian
dikembangkan menggunakan bahan serat fiber (Gb. 9 dan 10).
Gb 9. Outlet Dengan Bahan Bata Merah
Gb 10. Outlet Dengan Bahan Serat Fiber
181
c. Merangkai design instalasi biogas siap pakai
Sebagai upaya agar instalasi biogas dapat siap langsung dipasang, maka
masing-masing tabung harus dicetak agar didapatkan ukuran yang sama dan
dapat dirangkai menjadi satu unit instalasi biogas.
Design ini terus dievaluasi dan dikembangkan menjadi suatu rangkaian
instalasi yang dapat mengahasilkan biogas dengan harga yang terjangkau.
Sampai saat ini telah mengalami 2 kali penyempurnaan ( redesign) masingmasing
pada digester dan outlet. Secara rinci rangkaian instalasi biogas dapat
dilihat pada gambar dibawah ini (Gb 11).
182
Gb 11. Rangkaian Instalasi Siap Pakai
3.2. Manajemen Diseminasi Paket Teknologi
Diseminasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Diseminasi
secara langsung dilakukan melalui pertemuan, tatap muka, pelatihan dan praktek
pembuatan instalasi biogas sederhana dan berpartisipasi dalam kegiatan
pameran seperti Soropadan Agroekspo (Juni, 2007), Pameran Teknologi Tepat
Guna (TTG, Nopember 2008). Disamping itu, diseminasi secara langsung juga
dilakukan atas permintaan instansi tertentu seperti :
- Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Pemalang ( Desember 2007)
- Dinas Pertanian Kab. Batang (Maret 2008)
- Dinas Pertanian Kab. Tegal (Pebruari 2008)
- Kelompok Jabatan Fungsional Kab. Batang (Juni 2008)
- Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jateng (Mei 2008)
- Badan Ketahahan Pangan Prov. Jateng (September dan Nopember 2008)
- Bank Indonesia Semarang (Juli 2008)
- Badan Lingkungan Hidup (September 2008)
- Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Blora (1 – 2 Desember 2008)
- Berpartisipasi pada Pameran Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional di
Semarang (23 – 27 Oktober 2008)
Diseminasi secara tidak langsung dilakukan melalui pembuatan brosur /
leaflet, buku petunjuk pemeliharaan, publikasi di majalah dan siaran langsung
(interaktif) RRI Semarang, peliputan oleh TVRI dan TV swasta.
183
Gb. 12. Partisipasi pada Soropadan Agroekspo 2007
Gb. 13. Partisipasi pada Pameran Nasional Teknologi Tepat Guna,
Semarang Nop. 2008
3.2. Komersialisasi Paket Teknologi dan Perlindungan Hak Intelektual
184
Komersialisasi paket teknologi instalasi biogas dilakukan untuk
mempersiapkan pemasaran pada skala nasional. Untuk itu, telah dibentuk tim
marketing yang terbagi 2 level. Level pertama dibentuk dengan tujuan
melakukan penetrasi pasar baik secara langsung (kepada konsumen akhir)
maupun tidak langsung (perantara), sedangkan level kedua merupakan
kepanjangan dari bagian pertama yang melakukan penetrasi pasar secara tidak
langsung. Oleh karena itu, tim marketing level kedua sifatnya dinamis dan tidak
terbatas.
Dalam upaya melindungi hak intelektual terhadap instalasi biogas drum,
maka sedang dilakukan persiapan teknis dan persyaratan untuk mengajukan hak
intelektual kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaaan Intelektual, Departemen
Hukum HAM RI. Instalasi biogas yang akan dilindungi HaKi-nya adalah bagian
digester yang masuk pada katagori Design industri dan Sirkuit Terpadu.
3.3. Faktor-faktor Kesuksesan
Faktor-faktor kesuksesan dari paket teknologi instalasi biogas drum adalah
:
a. Kondisi ketersediaan sumber energi
Ketersediaan sumber energi saat ini langka dan mahal, seperti minyak
tanah sulit dicari dan harganya mahal Rp. 4.000/ltr – Rp. 10.000, BBM dan LPG
mahal. Disamping itu, permasalahan distribusi pupuk yang menybabkan sulitnya
membeli pupuk di lapangan dan adanya isu pemanasan global serta kerusakan
lingkungan, menjadi faktor pemicu keberhasilan pembuatan instalasi biogas
drum.
b. Design inslatasi
Design instalasi biogas drum dibuat secara pabrikan, artinya dapat
diproduksi dalam jumlah banyak. Saat ini kapasitas produksinya 3 – 4 unit per
hari, disesuaikan dengan pangsa pasar. Apabila pangsa pasar meningkat, maka
kapasitas produksinya akan ditingkatkan sesuai permintaan pasar.
c. Kepraktisan
Instalasi biogas ini dibuat sedemikian rupa sehingga siap untuk dipasang.
Pemasangan instalasi disesuaikan dengan lokasi, apabila lokasi berlereng maka
instalasi siap untuk dipasang, namun bila lokasinya datar, maka tanah perlu
digali untuk meletakkan instalasi biogas. Pemasangan instalasi ini hanya
185
memerlukan 2 orang tenaga dengan waktu pemasangan singkat yaitu 1 – 2
hari/unit. Sebagai perbandingan pada pembuatan instalasi biogas dengan
konstruksi bata ( fixed dome) kapasitas 6 m3, memerlukan tenaga 3 orang
dengan waktu minimal 15 hari.
d. Dapat dipindahkan
Instalasi ini dibuat secara terpisah-pisah antara inlet, digester dan outlet,
sehingga pemasangannya dapat dilakukan dengan merakit antara bagian-nagian
tersebut ( knock down). Dengan demikian apabila ingin dipindahkan, maka
rakitan tersebut dapat dilepas dan dipasang kembali di lokasi lain.
e. Harga Terjangkau
Harga instalasi ini Rp. 6.500.000,- (Enam juta lima ratus ribu rupiah) per
unit, diluar biaya pemasangan. Satu unit instalasi biogas drum terdiri dari inlet,
digester, outlet, kompor gas yang dimodifikasi, pengukur tekanan gas
(manometer), pralon 4 inci sepanjang 2 m, prlon 6 inci sepanjang 2 m dan pralon
0,5 inci 5 batang (20 m).
IV. Adopsi dan Dampak Paket Teknologi
Sejalan dengan upaya pemasyarakatan teknologi melalui kegiatan
desiminasi baik langsung maupun tidak langsung, telah berdampak positif
terhadap adopsi teknologi yaitu diadopsinya design instalasi biogas oleh CV.
Prima Utama Semarang. Perusahaan ini salah satu divisinya bergerak dibidang
pembuatan drum tangki air, sehingga dapat menangkap peluang pengembangan
biogas dengan cara melakukan kerjasama dalam mengembangkan instalasi
biogas drum secara komersial.
Kerjasama diawali dengan pembuatan design inlet, digester dan outlet,
kemudian dibuat mesin pencetaknya. Dengan kerjasama ini, maka instalasi
biogas dapat diproduksi dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Dari kerjasama ini sudah didapat 2 prototipe digester dan outlet. Prototipe ini
terus dievaluasi dan disempurnakan dengan memasukkan inovasi baru yang
didasarkan atas permasalahan di lapangan. Sampai saat ini sudah diproduksi
sekitar 69 unit yang tersebar di wilayah Jawa Tengah, sedang 3 unit di Lombak
Timur dan 3 unit di Marauke.
186
Pengembangan instalasi biogas drum ini dalam skala besar dapat tersedia
sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk memasak, penerangan,
bahan bakar disel dan menyediakan pupuk organik padat dan cair yang siap
pakai. Aplikasi pengembangan biogas di lapangan dapat mendorong cabangcabang
usaha lain seperti usaha pupuk organik baik padat maupun cair dan pada
akhirnya dapat berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan petani serta
peningkatan kesuburan lahan.
Tabel 6. Penyebaran Instalasi Biogas Drum (Nopember 2008).
No Lokasi Jumlah Keterangan
1 Desa Banyuroto, Kec. Sawangan, Kab. Magelang 1
2 Desa Meteseh, Kec. Kaliori, kab. Rembang 1
3 KT Sapi Potong Sragen / Disnak Prov. Jateng 10
4 Desa Tulakan, Kec. Keling kab. Jepara 8
5 Dinas Peternakan Kab. Semarang 4
6 Dinas Peternakan Prov. Jateng 20
7 BRI Cabang Ungaran 2 proses
8 Desa Sumberejo, Kec. Jatisrono, Kab. Wonogiri 1
9 Dinas Lingkungan Hidup Pekalongan 2
10
Desa Candi, Kec. Bandungan, Kab. Semarang
(LP3) 10 proses
11 Bappeda Lombok Timur, NTT 3 proses
12 Pemda Marauke, Papua Barat 3
13 Desa Kedawung, Kecamatan Bojong, Kab. Tegal 1
14 Dinas Pertanian Kab. Demak 3
Jumlah 69
V. PENUTUP
187
Demikian penjelasan paket tenologi instalasi biogas drum dengan
harapan dapat memberi sumbangan bagi pembangunan pertanian, khususnya
pada penyediaan sumber enegi alternatif dan sumber pupuk organik. Saran,
masukan dan kritik mebangun tetap diharapkan agar paket teknologi ini lebih
bermanfaat.
DAFTAR BACAAN
Amaru,K., M. Abimayu, DY. Sari, dan I. Kamelia, 2004. Teknologi ”Digester” Gas
Bio Skala Rumah Tangga. http://www. Pikiran Rakyat Cyber Media.
Anonymous, 1977 . Digester Gas Bio, Program Badan Urusan Tenaga Kerja
Sukarela Indonesia, Departemen Tenaga Kerja, Bandung.
Anonymous, 1998. Majalah Kampus Genta, Edisi 117, Thn XXXIII /27 Maret 1998
halaman 35-38. http://www.petra.ac.id/
science/applied_technology/biogas98/biogas5.htm
Anonymous, 2003. Biogas Production. The Methane Digester for Biogas.
http://habmigern.2003.info/methane-digester.
Anonymous, 2005. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi untuk Biogas, Pakan Ikan
dan Pupuk . http://www_properlinkdarma_or_id
Dikshie, 2004. Proyekers [PROYEKERS] Sapi & K-prosperity (inkubasi industri
Reaktor Biogas & Kompos)]. http://ipv6.ppk.itb.ac.id/
mailman/listinfo/proyekers
FAO. 1981. The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia.
Fry, C.J. dan R. Mevil, 1973. Methane Digester for Fuel Gas and Fertilizer,
Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya.
Hadi, Asmara, dan Ariono, 1982. Prarencana Pabrik Biogas dari Kotoran Sapi,
Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya.
Harahap, F. dan S. Ginting, 1984, Pusat Teknologi Pembangunan, ITB, Bandung.
Indriyati, 2002. Pengaruh Waktu Tinggal Substrat Terhadap Efisiensi Reaktor
Tipe Totally Mix. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.4, No.4. 2002,
hal. 67-71. BPPT.Jakarta. http://www. IPTEKnet.htm
Junus Muhamad, 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatakan Unit Gas Bio. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta
Kadarwati, S., 2003. Studi pembuatan biogas dari kotoran kuda dan sampah
organik skala laboratorium. P3TEK Vol2, No.1. April 2003. page 3-10.
Karsini, 1981. Biogas dari Limbah. Departemen Perindustrian Balitbang Industri
Proyek Balai Pendidikan Industri, Jakarta.
188
Muryanto, 2006. Petunjuk Usahatani Sapi Terpadu. Prima Tani Kab. Magelang.
BPTP Jawa Tengah.
Muryanto, J. Pramono, Suprapto, Ekaningtyas dan Sudaiyono. 2006. Biogas,
Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan. BPTP Jawa Tengah.
Muryanto. 2008. Pengembangan biogas pada usaha ternak sapi sebagai
pendukung konsevasi lahan di Jawa Tengah. Makalah Seminar ENAFE.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Muryanto, Agus Hermawan, Ulin Nuscahti, Sarjana dan Sri Catur. 2008.
Introduksi biogas pada usaha penggemukan ternak sapi. Makalah
Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Balai Besar Mekanisasi Pertanian.
Bogor.
Noegroho Hadi Hs., 1980, Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan
Pengembangan Desa, LPL, No. IV tahun XIII, LEMIGAS, Jakarta.
Rahman,B., 2005. Biogas, Sumber Energi Alternatif http://www.
kimianet.lipi.go.id. Kompas (8 Agustus 2005).
Sahidu dan Sirajuddin, 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi, PT.
Dewaruci Press, Jakarta.
Saubolle, S.J., 1978. Fuel Gas from Cowdung, UNICEF, Sahayogi Press,
Kathmandu, Nepal.
Sembiring Iskandar, 2005. Biogas, Alternatif Ketika BBM Menipis
http://BIOGAS\Waspada.co.id » Seni & budaya » Biogas, Alternatif Ketika
BBM Menipis.htm
Sihombing, D.T.H., 1980, Prospek Penggunaan Bio Gas untuk Energi Pedesaan di
Indonesia, LPL, No.II tahun XIV, LEMIGAS, Jakarta.
Suriawiria,UH. 2005. Menuai Biogas dari Limbah http://www. Pikiran Rakyat
Cyber Media.